13.Konferensi
Intern-Indonesia
Untuk menghadapi
Konferensi Meja Bundar (KMB), pemerintah Republik Indonesia perlu menyamakan
langkah BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag) Konferensi Inter Indonesia
berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin oleh Wakil
Presiden Drs. Mohammad Hatta dengan keputusan:
Negara Indonesia serikat
disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berdasrkan
demokrasi dan federalisme.
RIS akan dipimpin oleh
seorang presiden yang dibantu oleh menteri-menteri
RIS akan menerima
kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari Kerajaan Belanda.
Angkatan Perang RIS adalah
angkatan perang nasional, Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan
Perang RIS
Pertahanan negara adalah
semata-mata hak pemerintah RIS, negar-negra bagian tidak akan mempunyai
angkatan perang sendiri.
Sidang kedua Konferensi
Inter Indonesia di selenggrakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli dengan
keputusan:
Bendera RIS adalah Sang
Merah Putih
Lagu kebangsaan Indonesia
Raya
Bahasa resmi RIS adalah
Bahsa Indonesia
Presiden RIS dipilih wakil
RI dan BFO. Pengisian anggota MPRS diserahkan kepada kebijakan negara-negara
bagian yang jumlahnya enam belas negara. Kedua delegasi juga setuju untuk
membentuk panitia persiapan nasional yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu
yang berkaitan dengan pelaksanaan Konferensi Meja Bundar.
Delegasi
Kredit
Delegasi Kredit adalah Perintah Tertulis kepada Bank untuk pembayaran
sejumlah uang secara berkala kepada seseorang atau suatu Badan dalam jumlah dan
jangka waktu tertentu.
Kenapa produk ini diluncurkan :
- Anda mempunyai waktu yang terbatas padahal secara rutin harus mengirim uang untuk menjaga kelangsungan dan kebutuhan sekolah putra-putri anda.
- Bank Maluku menyediakan layanan delegasi kredit pembayaran sejumlah uang secara berkala kepada perorangan (siswa, mahasiswa, dll) Dalam jumlah dan jangka waktu tertentu, dapat dilakukan atas permintaan nasabah pengirim.
Persyaratan :
- Permohonan kepada Bank dilampiri dengan identitas diri (KTP/SIM).
- Nama dan Alamat penerima.
- Penyetoran Jaminan 00% secara tunai atau pemindahbukuan dari rekening Giro, Tabungan Mutiara, Tabungan Kuncup harapan.
- Keringanan dapat diberikan dengan setoran minimal untuk 2 kali periode pembayaran.
- Jika terjadi keterlambatan pembayaran/setoran jaminan, dikenakan denda bunga sebesar 2%
- Besarnya Nominal Pembayran untuk setiap pembayaran minimal Rp. 25.000,-
- Jangka waktu delegasi kredit minimum 3 bulan dan maksimal 12 bulan.
- Jaminan yang disetor untuk jangka waktu 3 s/d 6 bulan dikenakan provisi 0.5% dari Nominal Pembayaran dan diatas 6 bulan dikenakan provisi 0.25%.
DESENTRALISASI KESEHATAN BERKAT ATAU BENCANA ?
Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004, desentralisasi
dimaknai sebagai penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dekonsentrasi didefinisikan sebagai pelimpahan
wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah
dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Sementara Tugas
Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Desentralisasi adalah
pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer
atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur organisasi.
Pada saat sekarang ini banyak perusahaan atau organisasi yang memilih serta
menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta meningkatkan
efektifitas dan produktifitas suatu organisasi. Desentralisasi juga merupakan
transfer kebijakan (perencanaan, pembiayaan, dan pengelolaan) fungsi publik dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pada
sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi banyak menerapkan sistem
sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otonomi daerah yang
memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada pemerintah
pusat kini dapat di putuskan di tingkat pemerintah daerah atau pemda. Kelebihan sistem
ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat
diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat.
Namun kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah
adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat
kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan
pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh
pemerintah di tingkat pusat. Dapat disimpulkan bahwa sentralisasi berkebalikan dengan
desentralisasi.
Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004, desentralisasi
dimaknai sebagai penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dekonsentrasi didefinisikan sebagai pelimpahan
wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah
dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Sementara Tugas
Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Bentuk-Bentuk Desentralisasi
1. Devolusi
Dikenal sebagai desentralisasi politik, mengacu kepada pemberian
kuasa atau urusan dari pemerintah nasional kepada pemerintah daerah. Devolusi
memberikan beberapa kewenangan penting kepada pemerintah daerah, seperti
perpajakan da pelayanan dasar. Devolusi mempunyai pertimbangan utama, yaitu
adalah pemberdayaan masyarakat, di mana konstituen lokal diberikan hak untuk
menentukan pemerintahan sendiri agar mereka dapat mengelola kesejahteraan
mereka dengan lebih baik. Devolusi adalah elemen utama, walaupun bukan
satu-satunya.
2. Dekonsentrasi
Atau juga disebut desentralisasi administratif, mengacu kepada
desentralisasi kewenangan pemerintah nasional. Di Indonesia, dekonsentrasi
dilaksanakan melalui gubernur dan instansi vertikal kementrian nasional.
Pendanaan urusan dekonsentrasi di Indonesia utamanya diberikan untuk aktifitas
non-fisik seperti koordinasi, perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pengawasan,
dan pembinaaan.
3. Delegasi
Merupakan mekanisme desentralisasi di mana beberapa fungsi
pemerintahan diberikan kepada pemerintah daerah. Di Indonesia, semua tingkatan
pemerintah daerah bertanggung jawab unutk memberikan beberapa pelayanan yang
didelegasikan oleh pemerintah nasional. Delegasi di Indonesiaan pendanaan tugas
pembantuan diberikan untuk aktifitas-aktifitas fisik, seperti pengadaan aset
dan konstruksi fasilitas fisik.
Dampak Desentralisali pada Sistem Kesehatan
Saat ini di Indonesia sedang berlangsung sebuah reformasi
yang dipicu oleh adanya UU No 22 dan 25 tahun 1999. UU tersebut jelas akan
membawa perubahan besar mengenai peran pemerintah dan swasta dalam pelayanan
kesehatan. Dampak perubahan UU tersebut adalah adanya otonomi di daerah di
bidang kesehatan yang pada hakikatnya ialah pemberian kewenangan kepada daerah
untuk merumuskan dan mengembangkan sistem kesehatan di daerah yang bersangkutan
sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat serta kondisi dan
kemampuan daerah.
Menurut Dr Laksono Trisnantoro, MSc, PhD, Direktur Pusat
Manajemen Pelayanan Kesehatan FK UGM, berbagai pemahaman desentralisasi dan
otonomi daerah pada masa transisi ini mengenai kekuatan-kekuatan pendorong
lembaga pelayanan kesehatan dan dampaknya terhadap sistem manajemen lembaga
pelayanan kesehatan menjadi penting. Dampak kebijakan desentralisasi di sektor
kesehatan dan pemikiran ke depan dalam berbagai skenario perlu dipahami oleh
para pelaku kesehatan di Indonesia.Beberapa bukti empiris di negara lain
melaporkan berbagai masalah dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi
kesehatan [Ayee, 1996, Gilson 1994, Milles 1989]. Masalah-masalah yang timbul
itu disebabkan oleh karena implikasi desentralisasi di sektor kesehatan
tidaklah mudah. Ini akan terkait dengan berbegai hal seperti pemahaman akan cara
pandang terhadap lembaga-lembaga di sektor kesehatan, apakah menggunakan
paradigma good governance atau good corporate. Desentralisasi di bidang
teknis jauh lebih sulit dibandingkan desentralisasi di bidang politik. Sebagai
contoh setelah terbentuknya DPRD baru dan pemda maka selesai proses
desentralisasi di bidang politik, tetapi tidak halnya di bidang teknis
kesehatan. Karena makna desentralisasi dalam praktik mempunyai berbagai macam
bentuk yang tidak hanya tergantung pada struktur politik pemerintahan dan
administrasi, tetapi juga tergantung dari pola organisasi pelayanan kesehatan
yang terdapat di masing-masing negara. Dengan demkian desentralisasi tidak
hanya sebagai suatu konsep penting dalam manajemen kesehatan, tetapi juga hal
yang tidak mudah untuk dipahami. [Ayee 1996, Mills 1989]. Desentralisasi dan
sentralisasi merupakan suatu pendulum yang dapat berpindah dari suatu sistem
ekstreem ke ekstreem lainnya tergantung dari tuntutan sejarah. [Monrad 1977,
Ayee 1996, Gilson dkk 1994, Mills dkk 1989, Trisnantoro, 2000]. Ada berbagai
hal menarik yang terkait dengan desentralisasi. Isu desentralisasi cenderung
membuat lembaga seperti RS, puskesmas termasuk Bapelkes ke arah
entrepreneurship. Sementara itu untuk Kanwil dan Kandep dan Dines Kesehatan Kabupaten
dan kota akan cenderung menjadi lembaga birokrat yang harus memahami good
governance. Namun untuk Dinas Kesehatan ada kemungkinan menjadi semacam holding
company dari puskesemas-puskesmas dan berbagai lembaga pelayanan kesehatan yang
lain.
Ada kultur yang berbeda pada masing-masing kutub birokratik
dengan kutub lembaga usaha. Kultur yang berbeda ini apabila tidak dipahami
dapat mengacaukan hubungan antar lembaga dan antar manusia di sektor kesehatan.
Diperlukan pemahaman tentang spektrum organisasi dari cara pandang birokrat
murni sampai kepada lembaga usaha. Oleh karena berbagai pemahaman tentang
desentralisasi tadi terbuka peluang yang menimbulkan masalah, seperti
menempatkan institusi pelayanan kesehatan sebagai sumber PAD terbesar bagi
suatu daerah. Hal ini pasti menjadi masalah dan rawan bisa memicu protes
masyarakat karena tidak diikuti sistem manajeman yang baik yang menuju pada
peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat. Di satu sisi pemahaman atau
persepsi pimpinan tentang desentralisasi bisa beragam dan di sisi lain
pemahamannya konsep sehat-sakit. Apakah kesehatan itu pengobatan terhadap
penyakit ? Dalam pandangan kesehatan masyarakat, statistik sehat-sakit
diasumsikan penduduk sehat sebanyak 85% sedangkan yang sakit 15%, sehingga upaya-upaya
preventif mestinya lebih di kedepankan daripada upaya preventif. Tetapi yang
terjadi adalah justru dibangunnya rumah-rumah sakit pemerintah yang
pengelolaannya tidak profesional oleh para oknum yang memiliki mental
"daerah abu-abu", sehingga rumah sakit yang cenderung padat modal
terus merugi. Memang misi utamanya dalam fungsi sosial, tetapi begitu mau
berorientasi ke badan usaha dihadapkan pada berbagai masalah akibat salah urus
tadi. Walapun para pelaku sudah mendapat pengetahuan dan ketrampilan sistem
manajemen yang baik melalui berbagai kesempatan dan forum-forum ilmiah.
Timbul pertanyaan apakah kesehatan
dipandang oleh pengambil kebijakan sebagai public goods ? Atau private goods?
Kalau kesehatan dipandang sebagai public goods berarti kewajiban pemerintah
membiayai poor society sedangkan private good tergantung dari willingness to
pay masyarakat atau menggunakan prinsip asuransi "pooling risk". Hal
ini masih menjadi kendala dalam memasyarakatkan sistem asuransi kesehatan
seperti JPKM. Melihat anggaran kesehatan hanya sebesar 2% maka menambah
pesimisnya upaya peningkatan derajat kesehatan di Indonesia. Sedangkan WHO
menyarakankan bagi negara berkembang alokasi dana untuk kesehatan dari PDB
adalah sebesar 5-8%. Namun melihat pembiayaan kesehatan yang lebih besar dari
masyarakat sebesar 70% sampai 75% atau sekitar US $8-9 per tahun. berarti yang
berasal dari pemerintah hanya 25%-30% atau antara US $3-4 peer kapita per
tahun. Berarti pengeluaran pembiayaan kesehatan lebih besar dari masyarakat,
tetapi pengeluaran untuk kesehatan di Indonesia US $12 per kapita atau pada
urutan 154 dari 191 negara, India urutan 133, Malaysia urutan 93, Thailand
urutan 94, Filipina urutan 124 dan Srilanka urutan 138. Jika
anggaran kesehatan masyarakat tidak memperoleh anggaran memadai maka akan
menimbulkan kerugian jangka pendek dan jangka panjang berupa "generasi
hilang" yang kini sudah terjadi dan akan bertambnah parah. Sementara
kerugian jangka pendek adalah kerugian ekonomis dapat dihitung dari hilangnya
hari/tahun produktif di suatu daerah akibat sakit. Angka ini disebut years
lived with disability [YLD] Menurut analisis Prof Dr Ascobat Gani, MPH, PhD
salah seorang pakar ekonomi kesehatan dan kebijakan kesehatan dari FKM-UI di
NTT selama tahun 1998 telah hilang sebanyak 29.100.584 hari produktif, atau
sama dengan 79.728 tahun. Kalau diasumsikan sepertiga dari kelompok usis
produktif [20-54 tahun] dengan upah minimum harian sebesar Rp5000 maka kerugian
karena sakit di seluruh NTT adalah sebesar Rp49,8 milyar. Ini adalah sekitar
36% dari PAD NTT. Kerugian ini belum memperhitungkan biaya kesehatan yang sudah
dikeluarkan oleh masyarakat dan pemerintah yang masing-masing mencapai Rp61
milyar. Jika jumlah ini semuanya ditambahkan, jelas telah melampaui PAD. Belum
lagi jika angka kerugian atau years of life loss [YLL] akibat kematian sebelum
usia 55 tahun pada sebgian warga NTT diperhitungkan, jumlah kerugian akan kian
membengkak Kabupaten/Kota dalam rangka desentralisasi telah dikembangkan oleh
Trisnantoro [2001]. Dengan menggunakan tabel 2 x 2 dibagi dalam dua kriteria,
yakni 1. pemerintah daerah kaya dan pemerintah daerah miskin, 2. ekonomi
masyarakat tinggi dan rendah. Pembagian dua kriteria itu menghasilkan 4 keadaan
yaitu : [1] pemerintah daerah kaya dan ekonomi masyarakat kuat, [2] pemerintah
daerah kaya dan ekonomi masyarakat lemah, [3] pemerintah daerah miskin dan
ekonomi masyarakat kuat dan [4] pemerintah daerah miskin dan ekonomi masyarakat
lemah. Melihat hasil penelitian Mubyarto dkk, Kabupaten Tabalong dan Kotabaru di
Kalsel masuk dalam kriteria 1. Dalam hal ini mobilisasi dana dari masyarakat
dalam pelayanan kesehatan dapat menggunakan prinsip mekanisme pasar. Untuk
memahami ini dperlukan pengetahuan dan ketrampilan menciptakan usaha bagi
pelaku kesehatan di daerah tersebut. Penerapan desentralisasi di segi teknis
tidaklah mudah. Dalam hal struktur beberapa lembaga pelayanan kesehatan masih
dalam proses, bahkan ada yang stagnasi karena ketidak pastian sumber pembiayaan
untuk mandiri. Selain mergernya kanwil dengan dinas kesehatan, kandep dengan
dinas kesehatan kabupaten/kota, pada rumah sakit daerah yang mengarah kepada
lembaga usaha telah timbul berbagai pemikiran mengenai status rumah sakit,
apakah akan menjadi lembagai teknis daerah, atau BUMD. Untuk
menuju ke arah itu diperlukan analisis mendalam tentang posisi rumah sakit
terhadap perubahan lingkungan uang sedang terjadi. Pada beberapa UPT lainnya
apakah akan menjadi UPT daerah sampai saat ini masih belum jelas, dan faktior
dana dan SDM menjadi kendala utama. Sedangkan surat edaran Menteri Kesehatan
R.I. tanggal 12 Desember 2000 tentang pengalihan fungsi UPT kepada
daeah.Perubahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi memang sangat
sulit dan dalam masa transisi ini diperlukan pemahaman tentang good governance.
Karena jika tidak dipahami aspek kewenangan dijadikan orientasi utama sedangkan
akuntabilitas dikesampingkan. Biasanya orang enggan melakukan perubahan jika sudah mengalami
masa mapan apalagi perubahan yang bersifat radikal, meskipun lingkungan menuntut
perubahan semacam itu. Salah satu penyebab penting adalah ketidak mampuan orang
dalam mengelola perubahan itu sendiri. Jika orang memiliki kompetisi memadai di
dalam mengelola perubahan, niscaya perubahan akan jadi sebuah perjalanan yang
dapat dinikmati. Oleh karena itu dalam era desentralisasi ini makna dan
prinsip-prinsipnya hendaknya dipahami dengan baik agar desentralisasi mencapai
tujuannya yaitu memperbaiki nasib rakyat bukan lebih menyengsarakan rakyat
bahkan bisa menjadi bencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar